Rabu, 30 Disember 2009

AKSARA MERDEKA

AKSARA MERDEKA

Sebentar tadi,usai majlis ilmu di bilik kegiatan mahasiswa UPNM,aku tertanya-tanya dan semangat ingin tahuku mengenai sajak yang menjadi sebutan encik Rizz Iskandar dan dua orang pemidato UPNM yang bertajuk aksara merdeka.Katanya di deklamasi saudari hidayah dalam pidatao kemerdekaannya.Ini rupanya sajak itu,sungguh bermakna maksudnya.

sumber dari blog saudari nurul iman,bekas mahasiswa UITM Shah Alam,

Sajak ini hasil nukilan Wadi Leta S.A menjadi saksi sambutan hari Kemerdekaan peringkat Daerah Segamat 2009. Nukilan yang dideklamasikan oleh 2 orang pelajar UiTM Johor..Puisi yang indah bahasanya dan indah juga halus sinisnya tentang bangsa merdeka..

AKSARA MERDEKA

Setelah sekian lama kita menyusun dan mewarnakan
Aksara MERDEKA,
Kenapa masih ada lagi
Warga tanah bersejarah ini
Yang kenal huruf tetapi terlupa maknanya
Yang kenal angka tetapi terlupa nilainya
Yang kenal bunyi tetapi terlupa nadanya
Yang kenal rentak tetapi terlupa geraknya
Yang kenal lagu tetapi terlupa iramanya
Yang kenal akhir tetapi terlupa awalnya
Setelah sekian lama kita membaca dan menghafal
Aksara MERDEKA

Kenapa masih ada lagi
Warganegara tercinta ini
Yang cerah mata tetapi gelap hati
Yang cerdik minda tetapi dungu peribadi
Yang cantik bahasa tetapi buruk sikap
Yang lembut budi tetapi keras lagak
Yang merdu suara tetapi sumbang bicara
Setelah sekian lama kita mencatat dan merakam
Aksara MERDEKA,

Kenapa masih ada lagi
Warga tanah pusaka ini
Yang impikan kemajuan tetapi menolak teknologi
Yang impikan kemakmuran tetapi membelakangkan ekonomi
Yang impikan kesejahteraan tetapi mencetuskan pergolakan
Yang impikan kegemilangan tetapi meremehkan wawasan
Setelah sekian lama kita meenganalisis dan mentafsir
Aksara MERDEKA,

Kenapa masih ada lagi
Warga tanah bertuan ini
Yang terlepas kaki tetapi terikat tangan
Yang terlepas mata tetapi teikat jiwa
Yang terlepas fikir tetapi terikat cita-cita
Setelah sekian lama kita menjulang dan memartabatkan
Aksara MERDEKA,

Kenapa masih ada lagi
Warga tanah bertuah ini
Yang kasihkan bangsa tetapi bencikan pemimpin
Yang cintakan agama tetapi menyelewengkan fatwa
Setelah sekian lama menghargai dan menghormati
Aksara MERDEKA,

Kenapa masih ada lagi
Warga tanah berdaulat ini
Yang menanam bunga tetapi menabur duri...

Mengira detik hadirnya 2010..mengharapkan sinar harapan kan menjadi nyata.

Mengira detik hadirnya 2010..mengharapkan sinar harapan kan menjadi nyata

Assalamualaikum w.b.t dan salam kedamaian.

Aku terasa mahu mencoret sesuatu di dalam paparan ini.Buat menjadi suatu ungkapan yang dapat aku ungkitkan suatu hari nanti amnya, atau lebih khusus di tirau tahun 2010 yang akan terbuka tidak lama lagi.

Tiada apa yang lebih ketara dalam hidup aku pada tirai tahun 2009, melainkan suatu pengalaman baru yang begitu bermakna buat diriku - tidak pernah sekali - kali terlintas di benakku untuk melalui semua ini.
pengalaman yang aku maksudkan ialah menjadi seorang pegawai kadet tentera darat di Universiti Pertahanan Nasional Malaysia. Melepaskan tawaran untuk menyambung pelajaran dalam bidang undang - undang di UK dan memilih untuk ke sini bukanlah satu keputusan yang mudah buat diriku.

Aku memilih untuk kesini, bermakna aku merelakan jasad dan rohku untuk melalui seribu satu cabaran di UPNM,yang bagi rata-rata orang yang dekat di sisinya UPNM masih mencari-cari arah tuju dan identitinya, dan aku serta kesekian teman seperjuangan da tuan-tuan ku yang lain terperangkap di dalam dilemma ini.

Beberapa insan hebat aku temui di sini, agar aku dapat ,menjadikan mereka idola dan sumber inspirasi buat diriku. Perjalanan sebuah petang menemukan aku dengan seorang pemikir hebat,menggalas suatu peranan yang amat berat di UPNM sebagai Kadet Panglima Briged. Maaf jika tuan terbaca dan tidak menyenangi coretan ini,tapi saya mengagumi diri dan pemikiran tuan.Dan maaf,saya tidak memenuhi harapan tuan kepada saya. Terima kasih juga tuan, kerana mendorong saya untuk bermatang - matang dan menjadi lebih dewasa di ruangan ini.

Seterusnya keluarga debat yang saya kagumi semuanya. Pemikir-pemikir yang ibarat intan - intan di celahan perwira gagah setia di universiti ini.Tuan Wan Ahmad Ghazly,Tuan Raja Ashraf,Tuan Helman, Tuan Tom,Tuan Aslam dan lain-lain.Kalian mengajar saya untuk berfikir dengan analitikal dan berinovatif ke arah penghalisan idea- idea yang ternyata 'out of the box' dan melangkaui pemikiran normal rakan-rakan seusia.Tidak lupa juga seorang peguam syariah lagenda guaman dalam pembikinan,encik Rizz Iskandar, yang tidak jemu-jemu mencurah tunjuk ajar dan teladan buat kami semua.
Terima kasih tuan!


T
idak ketinggalan, arena perdebatan insitusi pengajian tinggi negara yang menemukan saya dengan beberapa rakan baru yang mencanang idea-idea segar dari buah fikiran muda yang amat bernas fikirannya.Saudara Khazaidi,presiden IRC dan mahasiswa UTP, juga rakan di bangku sekolah menengah saudara muiz yang juga kini mahasiswa UTP.Saudara Shukri,mahasiswa MMU dan juga saudara Dheepan,seorang pendebat dari kaum India yang tidak terdengar sedikit pun pelat Indianya ketika berdebat,ada pun mengalahkan kami seorang Melayu yang lahirnya terus menuturkan bahasa Ibunda ini,juga seorang mahasiswa MMU. Kami hanyalah insan yang kerdil di arena ini,membentuk komuniti kami.Aku menyanjugi pendebat-pendebat gergasi yang lain dari Giant Unversity seperti UIAM,UKM,UM,USM dan lain-lain.

Aku sudah kelewatan untuk meneruskan rutinku sebagai seorang pegawai kadet.Perutku yang kurus ini sudah berbunyi.Jom,pergi makan dulu kawan-kawan!

Sabtu, 26 Disember 2009

FACEBOOK was at first at toliet wall..

Before Facebook, there was the public toilet wall



LONG before there were social networking sites like Facebook and Twitter, people had to make do with public toilets.
Toilet walls serve more than just to ensure privacy. They were a primitive communication medium. There is "art" scrawled there, as well as phone numbers.

It is the way some people made new friends. It is an entertaining and worthwhile activity for a lot of people.

The same can sometimes be found on the backseat of buses, but it is difficult to leave lengthy descriptions about yourself there.

On toilet walls, however, there is space even to leave replies.

These are usually scribbled using permanent black or blue ink, to ensure janitors don't wipe them off.
People have been reunited with lost relatives through toilet wall graffiti.
People have been reunited with lost relatives through toilet wall graffiti.

For example, there could be a civic reminder: "Please do not discard cigarette butts into the toilet bowl."

Followed by the helpful reply: "Suka hati aku la nak buang kat mana. Bukan rokok kau pun" (I'll throw them anywhere I want. They're not your cigarettes anyway.)

That is probably the antecedent of "wall-to-wall" messaging now available on Facebook.

There have been cases of people reunited with long-lost family members and friends thanks to messages posted on public toilet doors.

A friend once said she found out where her rebellious sister was after a visit to the public toilet. The sister had been missing from home for a week.

The sister had left her new mobile phone number on the door, where she described herself as "hot, sexy and open-minded". My friend recognised the handwriting.

Responses to the posts may be awfully slow -- sometimes days may pass before there is a reply -- but that is only to be expected. This was the olden days after all, when things moved at a slower pace.

Most times, the posts will be the phone numbers of girls, put up there by disgruntled boyfriends.

Those who tried calling usually did not get past the girl's mother. Not a good start for wannabe players, but everyone has to start somewhere.


This ancient form of social networking is still alive today despite the advent and progress of information technology.

Ah Long use it to disseminate information about their services and phone numbers.

Sometimes, their advertisements will be plastered on the doors. The loan sharks probably want people to think of money wherever they are. Now, that is marketing taken to a whole new level.

All this may be vandalism, but it is a practice that is difficult to eradicate.

Janitors can't be expected to monitor the conduct of every person that enters the lavatory for fear of getting a tight slap on the face, or a trip to the police station. That's just as well. We can cherish it as something uniquely ours on World Toilet Day.

Indeed, if there is one thing permanent about our public toilets, it is the writing on the wall.

umar@nst.com.my

SYED UMAR ARIFF

Khamis, 10 Disember 2009

persidangan copanhagen



HAMPIR empat dekad Hari Alam Sekitar Sedunia (HASS) disambut seluruh masyarakat antarabangsa. Jika dilihat dalam konteks HASS, tahun 2009 merupakan tahun ketiga di mana isu perubahan iklim global menjadi fokus utama United Nation Environment Programme (UNEP).

Walaupun HASS diraikan beberapa bulan lalu, namun rentetan kesedaran masyarakat dunia terhadap krisis alam sekitar yang kian meruncing bakal mengetengahkan isu ini ke Persidangan Perubahan Iklim Global (Global Climate Change Conference), di Copenhagen, Denmark, bulan ini.
Isu pemanasan global bukanlah baru dan ia menjadi tema pilihan HASS sejak 1989 dan 1991 lagi. Namun kesannya yang semakin membimbangkan menyebabkan ia diangkat sebanyak tiga kali berturut-turut sebagai tema utama HASS sejak 2007.

HASS merupakan antara mekanisme terpenting dalam meningkatkan kesedaran masyarakat terhadap pelestarian alam sekitar.
Lebih dua abad lalu, revolusi industri menyebabkan pencemaran alam yang amat membimbangkan. Aktiviti manusia menyumbang kepada peningkatan purata suhu bumi merangkumi darat dan laut (antara 0.4 hingga 0.8 darjah Celsius) dalam tempoh seabad.
Peningkatan ini disebabkan oleh pelepasan gas-gas yang dikenali sebagai "gas rumah hijau", terutamanya karbon dioksida di ruang atmosfera. Isipadu karbon dioksida meningkat dari 280 ppm pada 1800 kepada 315 ppm (1958) dan 367 ppm (2000), peningkatan 31 peratus dalam tempoh 200 tahun.
Tambahan pula dengan trend penggunaan bahan api fosil serta aktiviti pembangunan yang memusnahkan hutan, isi padu karbon dioksida dijangka terus meningkat di antara 540-970 ppm menjelang tahun 2100.
Kekerapan bencana alam yang berlaku akhir-akhir ini menyebabkan masyarakat antarabangsa semakin prihatin terhadap fenomena perubahan iklim. Perkembangan terhadap kenaikan suhu bumi telah mendorong United Nation Development Programme (UNDP) mengisytiharkan 'perang' terhadap perubahan cuaca melalui Human Development Report (HDR) 2007/2008.

Menyingkap tiga tahun kebelakangan ini, tema HASS 2007 telah tertumpu terhadap usaha menyedarkan masyarakat betapa pencairan ais di kutub telah meningkatkan isipadu air laut yang memberi kesan terhadap fenomena hakisan pantai sekali gus menyebabkan pengecilan saiz sesebuah negara.
Di Malaysia misalnya, Jabatan Pengairan dan Saliran (JPS) melaporkan, saiz negara semakin mengecil sehingga jarak 40 meter akibat hakisan pantai di 33 lokasi.
Begitu juga dengan HASS 2008, ia mendedahkan kebiasaan atau tabiat manusia yang melakukan aktiviti tidak mesra alam sehingga menyebabkan kemudaratan seperti pencemaran alam dan perubahan iklim bumi sekali gus membawa kepada malapetaka.

Bencana alam seperti ribut dan banjir besar yang melanda beberapa negara seperti Taufan Katrina di Amerika Syarikat pada 2005 serta fenomena banjir luar biasa di Sumatera (2006) yang telah mengorbankan 100 nyawa, menginsafkan kita betapa tingginya harga yang terpaksa dibayar akibat daripada fenomena perubahan iklim ini.
Pada tahun ini, masih berkisar pada isu yang sama. HASS 2009 menekankan pentingnya asas nilai dalam melindungi bumi. Justeru nilai utama yang diketengahkan pada sambutan yang lalu ialah sikap bekerjasama dengan tema "Dunia Memerlukan Anda Bersatu Mencegah Perubahan Iklim".
Penulis berpendapat, istilah cegah dalam konteks perubahan iklim ialah komitmen dunia dalam menyeimbangkan semula suhu bumi melalui amalan lestari merangkumi gaya hidup individu serta budaya korporat berasaskan nilai murni dan mesra alam.

Keprihatinan terhadap permasalahan pemanasan global yang kian meruncing juga telah mendorong dunia melaksanakan inisiatif Protokol Kyoto sejak beberapa tahun lalu. Di bawah protokol ini, negara-negara membangun bersetuju untuk mengurangkan pelepasan gas rumah kaca sekurang-kurangnya lima peratus di bawah paras kepekatan gas-gas rumah kaca pada tahun 1990.

Sementara negara sedang membangun digalakkan untuk mengadaptasi teknologi yang mesra alam tanpa perlu terikat kepada komitmen mengurangkan pelepasan gas-gas rumah kaca.
Secara dasarnya, inisiatif ini bakal memberi impak yang signifikan kerana skopnya yang komprehensif mencakupi insentif kewangan dan inisiatif mesra alam.

Namun usaha mencegah perubahan iklim bukanlah semudah yang dicanangkan. Ia menuntut kejujuran serta kerjasama yang baik dari seluruh warga dunia. Misalnya, walaupun Barack Obama telah menunjukkan komitmen Amerika Syarikat dalam memacu teknologi hijau dengan peruntukan besar dalam pakej rangsangan ekonomi yang berjumlah RM80.8 bilion untuk pembangunan teknologi tenaga boleh diperbaharui dan RM186.7 bilion untuk meningkatkan kecekapan penggunaan tenaga di Amerika, tetapi sehingga ke hari ini pun beliau masih berdolak-dalih dalam mengesahkan perjanjian Protokol Kyoto.
Malah program perkongsian teknologi di antara negara Utara-Selatan melalui inisiatif mesra alam juga kelihatan masih kabur. Tidak dinafikan terdapat juga aktiviti perdagangan karbon dan mekanisme pembangunan bersih telah dijalankan di beberapa buah negara seperti Malaysia dan Filipina, tetapi usaha ini tidaklah mendapat sambutan yang bersifat menyeluruh dari masyarakat antarabangsa.
Maka tidak hairanlah inisiatif ini dianggap oleh sesetengah pihak sebagai gagal mencapai objektifnya untuk mengurangkan sebanyak tujuh peratus pelepasan gas-gas rumah kaca di antara tahun 2008 dan 2012.
Ironinya negara sedang membangun seperti India dan China pula yang dipersalahkan kononnya gara-gara aktiviti perindustrian mereka yang semakin pesat.

Seharusnya, semua pihak perlu adil dalam memastikan agenda mencegah perubahan iklim ini berjaya. Adil dalam konteks mengutamakan tuntutan global melebihi kepentingan lokal.
Dalam isu Protokol Kyoto, ternyata dunia amat kesal dengan sikap negara-negara maju yang acuh tidak acuh dalam menjayakan inisiatif ini demi melindungi kepentingan ekonomi mereka. Malah mereka mendesak negara membangun untuk bertanggungjawab terhadap fenomena pemanasan global yang sedang melanda dunia pada hari ini.
Kini pemimpin dunia perlulah merealisasikan tema HASS 2009 melalui inisiatif Persidangan Perubahan Iklim Global yang bakal diadakan di Copenhagen, Denmark.
Hal ini amatlah penting dalam mendepani pasca Protokol Kyoto agar kesan perubahan iklim dapat ditangani secara lestari.

Sesungguhnya sambutan HASS 2009 merupakan manifestasi betapa pentingnya dokongan nilai dan moral dalam menjayakan sesebuah agenda.
Betapa dunia kini amat memerlukan pemimpin yang tidak retorik dan bebas nilai dalam menangani krisis alam yang semakin meruncing ini.
Justeru jika sesebuah agenda itu tidak didokongi asas nilai yang kukuh, ia akan mengheret dunia ke kancah polemik krisis alam sekitar yang tidak berkesudahan.
Protokol Kyoto kini sudah di penghujung hayatnya dan inisiatif Copenhagen pada Disember ini diharapkan tidak sekadar omongan kosong semata-mata.

Sesungguhnya dalam merealisasikan gagasan besar seperti yang akan berlangsung di Copenhagen, ia memerlukan dokongan elemen falsafah, budaya dan agama agar ia dapat disintesiskan menjadi nilai utama. Sekali gus menjadi teras amalan dalam menjayakan agenda melestarikan bumi.

sumber,utusan Malaysia.,saudara
muhammad Izzudin syakir ishak.